muslimgado1.blogspot.com
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Harga diri rendah adalah perilaku negatif terhadap diri
dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tak langsung. (Scultz
dan Videback, 2010).
Era globalisasi dan persaingan bebas kecenderungan
terhadap peningkatan gangguan jiwa semakin besar. Hal ini disebabkan, karena
stressor dalam kehidupan semakin kompleks. Sejalan dengan hal ini kemampuan
sumber daya manusia yang berkualitas sangat diharapkan untuk mengatasi hal
tersebut. Berbagai upaya telah ditempuh untuk meningkatkan kemampuan sumber
daya manusia di lingkungan pendidikan keperawatan maupun pelayanan, baik formal
maupun informal (Suliswati, 2010).
World Health Organization
(WHO) mendefenisikan kesehatan sebagai “keadaan sehat fisik, mental, dan
sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan”. Defenisi ini
menekankan kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera yang positif, bukan
sekadar keadaan tanpa penyakit. Orang yang memiliki kesejahteraan emosional,
fisik, dan sosial dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan
efektif dalam kehidupan sehari-hari, dan puas dengan hubungan
interpersonal diri mereka sendiri
(Videbeck, 2010).
Definisi kesehatan
jiwa menurut UU No.3 tahun 1996 yang dikutip Yosep (2009) adalah kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara optimal dari
seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain.
Salah
satu bentuk gangguan jiwa adalah harga
diri rendah. Harga diri rendah adalah persaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri
sendiri atau kemampuan dirinya.
Harga
diri seseorang diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan harga diri
rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perlakuan orang lain yang
mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang
berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu yang memiliki harga diri
tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif
untuk berubah serta cenderung merasa aman. Individu yang memiliki harga diri
rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman.
Secara
umum gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara
situasional atau kronik. Secara situasional misalnya karena trauma yang muncul
secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi,kecelakaan, perkosaan atau dipenjara.
Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum
dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.
Konsep diri adalah semua
ide, pikiran, keyakinan, kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang
dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sundeen,
2009). Konsep diri seseorang tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari
sebagai hasil dari pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan
orang terdekat dan dengan realitas dunia.
Konsep diri adalah merupakan
dasar yang perlu diketahui perawat untuk mengerti perilaku dan pandangan klien
terhadap dirinya, maslahnya dan lingkungannya. Dalam memberikan asuhan
keperawatan perawat harus dapat menyakini bahwa klien adalah makhluk bio psiko
sosial spiritual yang utuh dan unik sebagai satu kesatuan dalam berinteraksi
terhadap lingkungannya dan dirinya sendiri.
Berdasarkan data dari Direktur Jenderal Bina Upaya
Kesehatan Kementerian Kesehatan tahun 2011 tercatat jumlah penduduk
Indonesia sebesar 241.000.000
orang sedangkan sekitar 17.400.000
orang (7,2%) mengalami gangguan
jiwa (Depkes RI, 2011).
Riset
Kesehatan Dasar tahun 2012 menunjukkan bahwa sebanyak 0,46% dari jumlah
penduduk Indonesia atau sekitar satu juta orang menderita gangguan psikotik dan
11,6% menderita gangguan emosional perilaku terhadap responden usia 15-64 tahun
sehingga diperkirakan penderita gangguan jiwa mencapai 19 juta orang. Hal ini
menunjukkan bahwa pada setiap 1000 orang penduduk terdapat empat sampai lima
orang menderita gangguan jiwa. Data tersebut menunjukkan bahwa data pertahun di
Indonesia yang mengalami gangguan jiwa selalu meningkat (Depkes RI, 2012).
Adapun
di Provinsi Sulawesi Selatan, berdasarkan Profil Kesehatan tahun 2010, tercatat
sebanyak 56.112 orang (0,69%) menderita gangguan jiwa dari 8.328.957 jumlah
penduduk secara keseluruhan (Dinkes SULSEL, 2010). Sedangkan tahun 2011,
data Profil Kesehatan mencatat penderita gangguan jiwa sebesar 108.816 orang
yaitu 1,3 % dari penduduk Sulawesi Selatan yang berjumlah sekitar 8.370.462 orang
(Dinkes SULSEL, 2012). Pelayanan kesehatan jiwa berpusat di Rumah Sakit Khusus
Daerah (RSKD) Provinsi Sulawesi Selatan.
Berdasarkan hasil pencatatan jumlah penderita yang
mengalami gangguan jiwa di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
pada tahun 2010 adalah sebanyak 12914 orang yang diantaranya terdapat penderita
harga diri rendah 2652 orang (20,5%). Tahun 2011 sebanyak 11410 orang dan jumlah
harga diri rendah 1151 orang (10,1%). Sedangkan pada triwulan pertama (Januari
sampai Maret) tahun 2012, jumlah pasien adalah sebanyak 3337 orang yang terdiri dari penderita harga diri rendah
sebanyak 417 orang (12.5%). (Medical Record Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan, 2012).
Berdasarkan fenomena diatas maka peneliti merasa tertarik
untuk mengadakan penelitian tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan
perubahan konsep diri pada pasien Harga diri rendah di Rumah Sakit Khusus
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan”.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian
tersebut diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu “ Apakah Ada Perubahan Konsep
Diri Pada Pasien Harga Diri Rendah Di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan”
C.
Tujuan
Penelitian
1. Tujuan
Umum
Untuk mengetahui fakor-faktor yang berhubungan dengan
perubahan konsep diri pada pasien harga diri rendah.
2. Tujuan
Khusus
a. Untuk
mengetahui perubahan ideal diri pada pasien harga diri rendah.
b. Untuk
mengetahui perubahan harga diri pada pasien harga diri rendah.
c. Untuk
mengetahui perubahan identitas diri pada harga diri rendah.
D.
Manfaat Penelitian
1. Ilmiah
Diharapkan
dapat digunakan sebagai panduan dan pedoman
dalam memberikan asuhan
keperawatan bagi klien harga diri rendah serta sebagai dasar dalam
praktek mandiri perawat di berbagai tatanan sehingga model terapi ini dapat
diimplementasikan pada klien dengan masalah harga diri rendah.
2. Manfaat
Institusi
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran bagi mahasiswa dan
masukan kepada Universitas Indonesia Timur khususnya Fakultas Ilmu Keperawatan
tentang Konsep harga Diri Rendah.
3. Peneliti
Merupakan pengalaman bagi peneliti sendiri dalam
mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan pada
UniversitaS Indonesia Timur, melalui penelitian lapangan serta dapat
membandingkan teori yang didapatkan di perkuliahan dengan kenyataan yang ada di
lapangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Umum Tentang Harga Diri Rendah
1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak
berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepenjangan akibat evaluasi
yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang
kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai
ideal diri.
Harga diri seseorang diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain. Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan
kasih sayang, perlakuan orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal
yang buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai
rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara
aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa
aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara
negatif dan menganggap sebagai ancaman.
2. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah
Hasil riset menyimpulkan bahwa harga diri
rendah diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini mengakibatkan
berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan
upaya yang rendah. Selanjutnya hal ini menyebabkan penampilan seseorang yang
tidak optimal.
Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah
adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal
sering gagal di sekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul
saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya
harga diri rendah adalah penolakan orangtua yang tidak realistis, kegagalan
berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor Presipitasi
Faktor
presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan
penampilan/ bentuk tubuh, kegagalan atau produktivitas yang menurun.
Secara umum, gangguan konsep diri harga
diri rendah ini dapat terjadi secara situasional atau kronik. Secara
situasional misalnya karena trauma yang muncul secara tiba-tiba misalnya harus
dioperasi, kecelakaan, perkosaan atau dipenjara termasuk di rawat di rumah
sakit.
3. Tanda-tanda harga diri rendah
a.
Mengejek dan mengkrtik diri
b.
Merasa bersalah dan khawatir,
menghukum atau menolak diri sendiri
c.
Mengalami gejala fisik, misal:
tekanan darah tinggi, gangguan penggunaan zat
d.
Menunda keputusan
e.
Sulit bergaul
f.
Menghindari kesenangan yang
dapat memberi rasa puas
g.
Menarik diri dari realitas,
cemas, panik, cemburu, curiga, halusinasi
h.
Merusak diri: harga diri rendah
menyokong klien untuk mengakhiri hidup
i.
Merusak/ melukai orang lain
j.
Perasaan tidak mampu
k.
Pandangan hidup yang pesimistis
l.
Tidak menerima pujian
m.
Penurunan produktivitas
n.
Penolakan terhadap kemampuan
diri
o.
Kurang memperhatikan perawatan
diri
p.
Berpakaian tidak rapih
q.
Berkurang selera makan
r.
Tidak berani menatap lawan
bicara
s.
Lebih banyak menunduk
t.
Bicara lambat dengan nada suara
lemah
B.
Tinjauan
Umum Tentang Konsep Diri
1. Pengertian
Konsep
diri dapat berupa ide, pikiran, keyakinan, kepercayaan yang membuat seseorang
mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain
(Stuart & Sundeen, 2008). Konsep diri seseorang tidak terbentuk waktu
lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil dari pengalaman unik seseorang dalam
dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia.
Individu dengan konsep diri
yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan
interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri
yang negatif dapat dilihat dari hubungan dan sosial yang mal adaptif.
2. Komponen
konsep diri
Konsep diri terdiri dari 5
kompnen, yakni (Suliswati, 2005):
a. Gambaran
diri (Body Image)
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya
secara sadar dan tidak sadar, sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang
ukuran, bentuk, fungsi, penampilan, potensi tubuh saat ini dan masa lalu secara
berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman yang baru. Sejak lahir
isndividu mengeksplirasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain.
Kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari
lingkungan.
Gambaran diri
berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai
dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistik terhadap
dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan memberi rasa aman, sehingga
terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri.
Individu
yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan
memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses
dalam kehidupan
b. Ideal
diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia
harus berperilaku berdasarkan standard, aspirasi, tujuan atau nilai personal
tertentu (Stuart & Sundeen, 2008).
Standart
dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan diinginkan atau sejumlah
aspirasi, cita-cita, nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan
cita-cita dan harapan-harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga,
budaya) dan kepada siapa ia ingin melakukan.
Ideal
diri mulai berkembang pada masa kanak-kanak yang dipengaruhi orang yang penting
pada dirinya yang memberikan keuntungan dan harapan. Pada masa remaja ideal
diri akan dibentuk melalui proses identifikasi pada orang tua guru dan teman.
Menurut Anna Budi
Keliat (2008 dalam Suliswati, 2005) ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal
diri:
1) Kecenderungan
individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya
2) Faktor
budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri
3) Ambisi
dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan
untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri.
Individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara
persepsi diri dan ideal diri, sehingga ia akan tampak menyerupai apa yang ia
inginkan. Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih
lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat
dicapai.
c. Harga
diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisa sebarapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart &
Sundeen, 2008).
Frekuensi pencapaian tujuan
akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika
individu selalu sukses, maka cenderung harga diri tinggi. Jika individu sering
gagal, maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri
dan orang lain. Aspek utama adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang
lain (Keliat, 2008 dan Suliswati 2005)
d. Peran
Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat (Suliswati 2005).
Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak
punya pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh
individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagaii aktualisasi diri. Harga diri
yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan
ideal diri. Posisi dimasyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena
struktrur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan , posisi yang tidak
mungkin dilaksanakan (Suliswati 2005).
Stress peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas,
peran yang tidak sesuai, dan peran yang terlalu banyak. Faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan sebagai
berikut:
1)
Kejelasan perilaku dan penghargaan yang sesuai dengan
peran.
2) Konsisten
respons orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan
3) Kesesuaian
dan keseimbangan antara peran yang diemban
4) Keselarasan
budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran
5)
Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuaian
perilaku peran
e. Identitas
Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang
bersumber dari observasi, dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai satu
kesatuan yang utuh (Stuart & Sundeen, 2008).
Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang
kuat, akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari
perasan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan penyesuaian diri.
Seseorang yang mandiri dapat mengatur
dan menerima dirinya. Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan
dengan perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis
kelamin (Stuart & Sundeen, 2008). Identitas jenis kelamin berkembang sejak
bayi secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita yang banyak
dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing
jenis.
3. Kriteria
kepribadian yang sehat
Kriteria kepribadian yang sehat menurut Tarwoto &
Wartonah (2003 dalam Suliswati, 2005) adalah:
a. Citra
tubuh yang positif dan akurat
Kesadaran akan diri berdasarkan atas observasi mandiri
dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri. Termasuk persepsi saat ini dan
masa lalu.
b. Ideal
dan realitas
Individu
mempunyai ideal diri yang realitas dan mempunyai tujuan hidup yang dapat dicapai.
c. Konsep
diri yang positif
Konsep diri yang positif menunjukkan bahwa individu akan
sesuai hidupnya.
d. Harga
diri tinggi
Seseorang
yang mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinya sebagai seseorang yang
berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama dengan apa yang dia inginkan.
e. Kepuasan
penampilan peran
Individu mempunyai kepribadian sehat akan dapat
berhubungan dengan orang lain, secara intim dan mendapat kepuasan. Ia dapat
mempercayai dan terbuka pada orang lain dan membina hubungan interdependen.
f. Identitas
jelas
Individu
merasakan keunikan dirinya yang memberi arah kehidupan dalam mencapai tujuan
4. Rentang
respon konsep diri
Adaptif
Maladaptif
Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kekacauan
Depersonalisasi
Diri positif rendah identitas
Gambar
1. Rentang respon konsep diri
Aktualisasi diri merupakan respon adaptif yang
tertinggi karena individu dapat mengekspresikan kemampuan yang dimilikinya.
Konsep diri yang positif adalah individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan
kelemahannya secara jujur dan dalam menilai suatu masalah individu bersikap
positif dan realistik.
Apabila individu menggunakan koping
yang destruktif ia akan mengalami kecemasan, sehingga menimbulkan rasa
bermusuhan yang dilanjutkan dengan individu menilai dirinya rendah, tidak
berguna, tidak berdaya, tidak berarti, takut dan mengakibatkan perasaan bersalah.
Rasa bersalah ini akan mengakibatkan kecemasan yang meningkat, proses ini akan
berlangsung terus yang dapat menimbulkan respon yang maladaptif berupa
kekacauan identitas, harga diri yang rendah dan depersonalisasi.
5. Karakteristik konsep diri yang rendah
Menurut Carpenito (2000 dalam Suliswati, 2005) ada beberapa karakteristik konsep diri yang rendah,
yaitu: menghindari sentuhan atau melihat bagian tubuh tertentu, tidak mau
berkaca, menghindari diskusi tentang topic dirinya, menolak usaha rehabilitasi,
melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat, mengingkari perubahan pada dirinya,
tanda dari keresahan seperti marah, keputusasaan, menangis, dan tingkah laku
yang destruktif, dan lain-lain.
6. Faktor-faktor
yang mempengaruhi konsep diri
Adapun faktor
yang mempengaruhi konsep diri menurut Tarwoto & Wartonah (2008 dalam
Suliswati, 2005) yaitu:
a. Tingkat
perkembangan dan kematangan
Perkembangan seseorang seperti dukungan mental, perlakuan
dan pertumbuhan akan mempengaruhi konsep dirinya.
b. Budaya
Nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya,
kelompoknya, dan lingkungannya. Orang tua yang bekerja seharian akan membawa
anak lebih dekat pada lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud disini adalah
lingkungan fisik dan lingkungan psikososial.
c. Sumber
eksternal dan internal
Kekuatan dan perkembangan pada individu sangat
berpengaruh terhadap konsep diri. Pada sumber internal misalnya, orang yang
humoris koping individunya lebih efektif. Sumber eksternal misalnya, dukungan
dari masyarakat dan ekonomi yang kuat.
d. Pengalaman
sukses dan gagal
Ada
kecenderungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan konsep diri demikian juga
sebaliknya.
e. Stressor
Stressor
dalam kehidupan misalnya perkawinan, pekerjaan, penyakit, dan ketakutan. Jika
koping individu tidak adekuat maka akan menimbulkan depresi, menarik diri, dan
kecemasan.
f. Usia, keadaan sakit, dan trauma
Usia tua, keadaan sakit akan mempengaruhi persepsi
dirinya
7. Gangguan
Konsep Diri
Gangguan konsep diri menurut
Suliswati 2005, meliputi:
a. Faktor
Predisposisi
Faktor predisposisi gangguan
citra tubuh antara lain:
1)
Kehilangan/ kerusakan bagian tubuh (anatomi
dan fungsi)
2)
Perubahan ukuran, bentuk, dan penampilan
tubuh (akibat pertumbuhan dan perkembangan atau penyakit)
3)
Proses patologik penyakit dan dampaknya
terhadap struktur maupun fungsi tubuh
4)
Prosedur pengobatan seperti radiasi,
kemoterapi, transplantasi
Faktor
predisposisi gangguan harga diri antara lain:
1)
Penolakan dari orang lain
2)
Kurang pengetahuan
3)
Pola asuh yang salah, terlalu dilarang,
terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu dituntut, dan tidak konsisten
4)
Persaingan antar saudara
5)
Kesalahan dan kegagalan yang berulang
6)
Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan
Faktor
predisposisi gangguan peran antara lain:
1)
Transisi peran yang sering terjadi pada proses
perkembangan, perubahan situasi dan keadaan sehat sakit
2)
Ketegangan peran, ketika individu menghadapi
dua harapan yang bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi
3)
Keraguan peran, ketika individu kurang
pengetahuannya tentang harapan peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah
laku peran yang sesuai
4)
Peran yang terlalu banyak
Faktor
predisposisi gangguan identitas diri:
1)
Ketidakpercayaan orang tua pada anak
2)
Tekanan dari teman sebaya
3)
Perubahan struktur sosial
b. Faktor
presipitasi
1)
Trauma
Masalah
spesifik sehubungan dengan konsep diri adalah situasi yang membuat individu
sulit menyesuaikan diri atau tidak dapat menerimakhususnya trauma emosi seperti
penganiayaan fisik, seksual dan psikologis pada masa kanak-kanak atau merasa
terancam kehidupannya atau menyaksikan kejadian berupa tindakan kejahatan.
2)
Ketegangan peran
Ketegangan
peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa tidak adekuat melakukan
paran atau melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak merasa
melakukan perannya. Ketegangan peran ini sering dijumpai saat terjadi konflik
peran, keraguan peran, dan terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi saat
individu menghadapi dua harapan yang bertentangan dan tidak dapat dipenuhi.
Pada perjalan kehidupan, individu sering menghadapi transisi peran yang
beragam. Transisi perang yang sering terjadi adalah perkembangan situasi dan
sehat sakit.
a) Transisi
peran perkembangan; tiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas.
Setiap tahap perkembangan harus dilalui individu dengan menyelesaikan tugas
perkembangan yang berbeda-beda, hal ini dapat merupakan stressor bagi konsep
diri.
b) Transisi
peran situasi; perubahan jumlah anggota keluarga baik pertambahan atau
pengurangan melalui kelahiran dan kematian.
c)
Transisi peran sehat sakit; perubahan tubuh
dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri, pergeseran kondisi kesehatan
individu yang menebabkan kehilangan bagian tubuh, perubahan bentuk, penampilan
dan fungsi tubuh. Perubahan akibat tindakan pembedahan yang dapat terlihat kolostomi
atau gastrostomi atau yang tidak kelihatan seperti histerektomi.
8. Perubahan perilaku.
1) Perubahan
perilaku yang berhubungan dengan gangguan citra tubuh:
a.
Menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh
tertentu.
b.
Menolak bermain.
c.
Tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau
cacat tubuh.
d.
Menolak usaha rehabilitasi.
e.
Usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat.
f.
Menyangkal cacat tubuh.
2) Perubahan
perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah:
a.
Mengkritik diri sendiri.
b.
Merasa bersalah dan khawatir.
c.
Merasa tidak mampu.
d.
Menunda keputusan.
e.
Gangguan berhubungan.
f.
Menarik diri dan realita.
g.
Merusak diri.
h.
Membesar-besarkan diri sebagai orang penting
i.
Perasaan negatif terhadap tubuh.
j.
Ketegangan peran.
k.
Pesimis menghadapi hidup.
l.
Keluhan fisik
m.
Penyalahgunaan zat.
3) Perubahan
perilaku yang berhubungan dengan keracunan identitas:
a.
Tidak melakukan kode moral
b.
Kepribadian yang bertentangan
c.
Hubungan interpersonal yang eksploitatif
d.
Perasaan hampa
e.
Perasaan mengambang tentang diri
f.
Kekacauan identitas seksual
g.
Kecemasan yang tinggi
h.
Ideal diri tidak realistis
i.
Tidak mampu berempati terhadap orang lain
4) Perubahan
perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi:
a. Afektif
(1) Kehilangan
identitas diri
(2) Merasa
asing dengan diri sendiri
(3) Perasaan
tidak nyata
(4) Merasa
sangat terisolasi
(5) Tidak
ada perasaan berkesinambungan
(6) Tidak
mampu menvari kesenangan
b.
Persepsi
(1) Halusinasi
pendengaran/ penglihatan
(2) Kekacauan
identitas seksual
(3) Sulit
membedakan diri dengan orang lain
(4) Gangguan
citra tubuh
(5) Menjalani
kehidupan seperti mimpi
c. Kognitif
(1) Bingung
(2) Disorientasi
(3) Gangguan
berfikir
(4) Gangguan
daya ingat
(5) Gangguan
penilaian
d. Perilaku
(1) Pasif
(2) Komunikasi
tidak sesuai
(3) Kurang
spontanisasi
(4) Kurang
pengendalian diri
(5) Kurang
mampu membuat keputusan
(6) Menarik
diri dari hubungan sosial
9.
Mekanisme koping
Mekanisme koping termasuk
pertambahan koping jangka pendek atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme
pertahanan ego atau melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang
menyakitkan.
Pertahanan
jangka pendek mencakup berikut ini:
a. Aktivitas
yang memberikan pelarian sementara dari krisis identitas diri (misalya konser
musik, bekerja keras, menonton televisi secara obsesif)
b. Aktivitas
yang memberikan isentitas pengganti sementara (misalnya ikut serta dalam klub
sosial, agama, politik, kelompok, gerakan atau geng)
c. Aktivitas
yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri yang tidak menentu
(misalnya: olahraga yang kompetitif, prestasi akademik)
d. Aktivitas
yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat identitas diluar dari hidup
yang tidak bermakna saat ini (mis: penyahlagunaan obat)
Pertahanan
jangka panjang mencakup berikut ini:
a. Penurunan
identitas merupakan adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang
terdekat tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi, atau potensi diri individu
b. Identitas
negatif merupakan asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan harapan
yang diterima masyarakat
c. Mekanisme
pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi,
pengalihan, berbalik marah terhadap diri sendiri.
BAB
III
KERANGKA
KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel
Variabel adalah perilaku atau
karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu benda. (Nursalam,
2008)
Variabel mengandung pengertian
ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota – anggota suatu kelompok yang
berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain. Definisi lain mengatakan
bahwa variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran
yang dimiliki atau yang di dapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu
konsep pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status
perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit dan sebagainya.
(Notoatmodjo, 2008).
B. Hubungan Antar Variabel
Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah konsep yang
dipakai sebagai landasan dalam kegiatan ilmu. (Nursalam, 2008)
Kerangka konsep penelitian pada
dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep – konsep yang ingin di amati
atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. (Notoatmojo, 2008)
Berdasarkan landasan teori yang
dikemukakan pada tinjauan pustaka, maka peneliti membuat kerangka penelitian
sebagai berikut:
Perubahan konsep diri:
-
Gambaran diri
-
Ideal diri
-
Harga diri
-
Peran
-
Identitas diri
|
Pasien HDR
|
Gambar
2. Kerangka Konsep
C. Identifikasi Variabel
1. Variabel
Independen (bebas)
Yang dimaksud dengan
variabel independen adalah variabel yang bila ia berubah akan mengakibatkan
perubahan variabel lain. Yang menjadi variabel independen pada penelitian ini
adalah perubahan konsep diri yang terdiri dari: gambaran diri, ideal diri,
harga diri, peran dan identitas diri.
2. Variabel
Dependen (tergantung)
Yang dimaksud dengan
variabel dependen adalah variabel yang berubah diakibatkan adanya perubahan variabel
independen. Yang menjadi variabel dependen pada penelitian ini adalah pasien
HDR.
D. Definisi Operasional dan Kriteria
Objektif
1. Harga
Diri Rendah
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,
tidak berarti dan rendah diri yang berkepenjangan akibat evaluasi yang negatif
terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan
diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri.
2. Perubahan Konsep Diri
Perubahan konsep diri adalah merupakan suatu bagian yang
penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia dan merupakan
sifat yang unik pada manusia sehingga dapat membedakan manusia dari makhluk
hidup lainnya.
Kriteria
Objektif:
HDR
– Kekacauan identitas : bila
skor konsep diri positif 3 – 4
Depersonalisasi : bila skor
konsep diri positif < 2
Adaptif
Maladaptif
Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kekacauan
Depersonalisasi
Diri positif rendah identitas
a) Gambaran diri
Definisi
operasional:
yang
disadari maupun yang tidak.
Kriteria
objektif:
Positif :
apabila dari pertanyaan yang diajukan, responden mendapat nilai skor < 9
dari total 6 item pertanyaan.
Negatif :
apabila dari pertanyaan yang diajukan, responden mendapat nilai skor ≥ 9 dari total 6 item pertanyaan.
b) Ideal Diri
Definisi operasional
Ideal diri adalah pandangan seseorang bagaimana cara
berperilaku untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Kriteria objektif:
Positif :
apabila dari pertanyaan yang diajukan, responden mendapat nilai skor < 9
dari total 6 item pertanyaan.
Negatif :
apabila dari pertanyaan yang diajukan, responden mendapat nilai ≥ 9 dari total
6 item pertanyaan.
c) Harga Diri
Definisi operasional
Harga diri adalah gambaran sejauh mana individu
tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, berharga, dan
kompoten.
Kriteria objektif:
Positif :
apabila dari pertanyaan yang diajukan, responden mendapat nilai skor < 9
dari total 6 item pertanyaan.
Negatif :
apabila dari pertanyaan yang diajukan, responden mendapat nilai ≥ 9 dari total
6 item pertanyaan.
d) Peran
Definisi operasional
Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat
dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Kriteria objektif:
Positif :
apabila dari pertanyaan yang diajukan, responden mendapat nilai skor < 9
dari total 6 item pertanyaan.
Negatif :
apabila dari pertanyaan yang diajukan, responden mendapat nilai ≥ 9 dari total
6 item pertanyaan.
e) Identitas Diri
Identitas diri adalah hal yang ada dalam kehidupan
manusia.
Kriteria objektif:
Positif :
apabila dari pertanyaan yang diajukan, responden mendapat nilai skor < 9
dari total 6 item pertanyaan.
Negatif :
apabila dari pertanyaan yang diajukan, responden mendapat nilai ≥ 9 dari total 6 item pertanyaan.
E. Hipotesis Penelitian
a.
Hipotesis
Alternatif (Ha)
Ada hubungan perubahan konsep diri pada
pasien HDR di Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
b.
Hipotesis
Nol (H0)
Tidak ada hubungan perubahan konsep diri pada
pasien HDR di Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
BAB
IV
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis dan Metode Penelitian
Rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat
penting dalam penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor
yasng dapat mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam, 2008).
Jenis penelitian ini menggunakan desain studi
deskriptif analitik yang bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan perubahan konsep diri pada pasien harga diri rendah di Bangsal Kenanga
Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
B.
Lokasi Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di Ruang Kenanga Rumah Sakit
Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan tanggal 2 Januari – 31
Januari 2013.
C.
Populasi dan Sampel
2. Populasi
Populasi
dari penelitian ini adalah seluruh pasien penderita HDR yang rawat di Ruang
Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2012. Rata –
rata jumlah pasien yang di rawat dalam 1 bulan 30 orang.
3. Sampel
Sampel
adalah sebagian yang di ambil dari keseluruhan objek yang diteliti yang
dianggap mewakili seluruh populasi. (Notoatmodjo, 2005)
a. Besar Sampel
Semua pasien HDR yang di rawat di Ruang Kenanga
Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang memenuhi kriteria inklusi sejumlah 30
orang.
c.
Teknik Sampling
Teknik Sampling yang digunakan yaitu total sampling yaitu
dengan mengambil semua anggota populasi menjadi sampel dalam hal ini adalah
semua pasien HDR yang dirawat di Ruang
Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel.
d. Kriteria Sampel
1) Kriteria inklusi:
a) Pasien HDR
b) Sedang menjalani perawatan di ruangan
c) Bersedia menjadi responden
2) Kriteria eksklusi
a) Tidak bersedia menjadi responden
b) Tidak dapat membaca dan menulis
c) Pasien yang tidak mampu berkomunikasi dengan baik.
D. Cara
pengumpulan data
Untuk
melakukan pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik wawancara yang berisi
pokok- pokok pikiran tentang perubahan konsep diri.
Bagian
pertama terdiri dari 4 pertanyaan berisi tentang data demografi sedangkan
bagian ke dua terdiri dari 30 pertanyaan yang berisi tentang respon individu
yang mengalami perubahan konsep diri.
Instrumen
pengumpulan data ini diukur dengan menggunakan skala Guttman yaitu:
1. Jawaban “ya” nilai skornya adalah 2
Skor 2×6 = 12
2. Jawaban “tidak” nilai skornya adalah 1
Skor 1×6 = 6
Median : 12+6 = 18 = 9
2 2
E. Langkah
Pengolahan Data dan Analisa Data
Dalam
penelitian ini digunakan cara pengolahan data antara lain dengan:
1. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa kembali kebenaran
data yang diperoleh atau yang telah di kumpulkan.
2. Koding
Data yang telah terkumpul diberi kode atau simbol
menurut pengamatan yang telah dilakukan.
3. Tabulasi data
Untuk memudahkan analisa data, maka dapat di
kumpulkan ke dalam tabel sesuai dengan karakteristik masing-masing.
4. Analisa data
a. Analisa
univariate
Analisa
univariate dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian yang menghasilkan distribusi dan
presentase dari tiap variabel yang diteliti.
b. Analisa Bivariate
Untuk melihat hubungan dari tiap variabel dengan uji statistik Chi Square dengan
tingkat kemaknaan α = 0,05 dengan menggunakan komputer program komputer
SPSS.
BAB
V
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 02
Januari sampai dengan 31 Januari 2013, di Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perubahan konsep diri
pada pasien harga diri rendah di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik, dengan
memberikan gambaran dan hasil uji statistic terhadap variabel penelitian. Hasil
penelitian di dapatkan melalui kuisioner yang dijalankan pada 30 orang
responden yang sesuai dengan kriteria inklusi. Kuisioner terbagi atas 5 bagian
pertanyaan yang mewakili gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran dan
identitas diri, yang masing-masing terdiri dari 6 item pertanyaan.
Interpretasi untuk 5 bagian pertanyaan yaitu:
positif bila < 9 dan negatif bila ≥
9, kemudian dilakukan perhitungan terhadap jumlah skor positif pada bagian
konsep diri, yang pada akhirnya di dapatkan interpretasi sebagai berikut: diberi
tanda 1 bila skor konsep diri positif didapatkan 5 dan dikategorikan dalam
rentang respon aktualisasi diri, tanda 2 bila skor konsep diri positif
didapatkan 4 dan dikategorikan dalam rentang respon konsep diri positif, tanda
3 bila skor konsep diri positif di dapatkan 3 dan dikategorikan dalam rentang
respon harga diri rendah kronis, tanda 4 bila skor konsep diri positif
didapatkan 2 dan dikategorikan dalam rentang respon kerancuan identitas, tanda
5 bila skor konsep diri positif didapatkan 0-1 dan dikategorikan dalam rentang
respon depersonalisasi.
Hasil penelitian ini di sajikan dalam bentuk
narasi dan tabel terbuka yang tampak sebagai berikut:
1.
Karakteristik
responden
Tabel 5.1
Karakteristik responden di
ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan bulan Januari
(n=30)
Karakteristik
|
Jumlah
(n)
|
Persentase
(%)
|
Tingkat
pendidikan
a.
SD
b.
SMP
c.
SMA
umur
a.
20-35
tahun
b.
36-50
tahun
c.
>50
tahun
Pekerjaan
a. Tidak kerja/IRT
Status pernikahan
a.
belum
kawin
b.
kawin
c.
janda/duda
|
14
6
10
19
8
3
30
12
17
1
|
46,7
20,0
33,3
63,3
26,7
10,0
100
40,0
56,7
3,3
|
Total
|
30
|
100
|
Sumber: Data Primer,
2013
Tabel 5.1 menggambarkan distribusi frekuensi hasil
penelitian berdasarkan karakteristik responden, yaitu diketahui bahwa jumlah
responden terbanyak memiliki tingkat pendidikan pada jenjang sekolah dasar (SD)
yaitu 14 orang (46,7%). Jumlah responden terbanyak berada pada rentang umur
25-35 tahun yaitu 19 orang (63,3%), dan 30 orang responden (100%) tidak bekerja
atau sebagai IRT, sebagian besar responden 17 orang (56,7%) memiliki status
pernikahan menikah.
2. Analisa
univariat
Bagian ini menguraikan hasil distribusi untuk
masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian, yakni gambaran diri,
ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri.
a. Gambaran
diri
Tabel
5.2
Distribusi
responden berdasarkan gambaran diri pada pasien harga diri rendah di ruang
Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan bulan Januari
(n=30)
Gambaran
diri
|
Jumlah
(n)
|
Persentase
(%)
|
Positif
Negatif
|
7
23
|
23,3
76,7
|
Total
|
30
|
100
|
Sumber: Data Primer, Januari 2013
Tabel 5.2 menggambarkan distribusi
responden harga diri rendah berdasarkan gambaran diri, yang menunjukkan
responden terbanyak adalah responden dengan gambaran diri negatif yaitu 23
orang (76,7%) dan responden dengan gambaran diri positif 7 orang (23,3%).
b.
Ideal diri
Tabel
5.3
Distribusi responden berdasarkan ideal
diri pada pasien harga diri rendah di Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan bulan Januari (n=30)
Ideal
diri
|
Jumlah
(n)
|
Persentase
(%)
|
Positif
Negatif
|
8
22
|
26,7
73,3
|
Total
|
30
|
100
|
Sumber: Data Primer, 2013
Tabel
5.3 menggambarkan distribusi responden harga diri rendah berdasarkan ideal
diri, yang menunjukkan responden terbanyak adalah responden dengan ideal diri
negatif yaitu 22 orang (73,3%) dan
responden dengan ideal diri positif 8 orang (26,7%).
c.
Harga diri
Tabel
5.4
Distribusi responden
berdasarkan harga diri pada pasien harga diri rendah di Ruang Kenanga Rumah
Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan bulan Januari (n=30)
Harga
diri
|
Jumlah
(n)
|
Persentase
(%)
|
Positif
Negatif
|
10
20
|
33,3
66,7
|
Total
|
30
|
100
|
Sumber: Data Primer, 2013
Tabel
5.4 menggambarkan distribusi responden harga diri rendah berdasarkan harga
diri, yang menunjukkan responden terbanyak adalah responden dengan harga diri
negatif yaitu 20 orang (66,7%) dan responden dengan ideal diri positif yaitu 10
orang (33,3%).
d.
Peran
Tabel
5.5
Distribusi
responden berdasarkan peran pada pasien harga diri rendah di Ruang Kenanga
Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Januari (n=30)
Peran
|
Jumlah
(n)
|
Persentase
(%)
|
Positif
Negatif
|
7
23
|
23,3
76,7
|
Total
|
30
|
100
|
Sumber: Data Primer, 2013
Tabel
5.5 menggambarkan distribusi responden harga diri rendah berdasarkan peran,
yang menunjukkan responden terbanyak adalah responden dengan peran negatif
yaitu 23 orang (76,7%) dan responden dengan peran positif yaitu 7 orang (23,3%).
e.
Identitas diri
Tabel
5.6
Distribusi
responden berdasarkan identitas diri pada pasien harga diri rendah di Ruang
Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Januari (n=30)
Identitas diri
|
Jumlah
(n)
|
Persentase
(%)
|
Positif
Negatif
|
9
21
|
30,0
70,0
|
Total
|
30
|
100
|
Sumber: Data Primer, 2013
Tabel
5.6 menggambarkan distribusi responden harga diri rendah berdasarkan identitas
diri, yang menunjukkan responden terbanyak adalah responden dengan identitas
diri negatif yaitu 21 orang (70,0%) dan responden dengan identitas diri positif
yaitu 9 orang (30,0%).
3.
Analisa bivariat
a. Hubungan
gambaran diri dengan konsep diri pada pasien harga diri rendah di Ruang Kenanga
Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Tabel
5.7
Hubungan
gambaran diri dengan konsep diri pada
pasien harga diri rendah di Ruang Kenanga Rumah Skit Khusus Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan di bulan Januari 2013 (n=30)
Gambaran diri
|
Konsep
Diri
|
Total
|
P
|
||||
HDR
& kerancuan identitas
|
Depersonalisasi
|
||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
||
Positif
|
6
|
20,0
|
1
|
3,3
|
7
|
23,3
|
0,008
|
Negatif
|
4
|
13,4
|
19
|
63,3
|
23
|
76,7
|
Sumber: Data Primer, 2013
Tabel
5.7, menunjukkan bahwa pada gambaran diri yang negatif lebih banyak terjadi
depersonalisasi sejumlah 19 orang (63,3%) dan rentang dari harga diri rendah
sampai dengan kerancuan identitas sejumlah 4 orang (13,4).
Hasil
uji statistik chi square dengan koreksi
fisher’s exact test diperoleh nilai p = 0,008, yang berarti nilai p <
0,05 artinya menunjukkan ada hubungan perubahan gambaran diri dengan harga diri
rendah pada pasien harga diri rendah dan OR= 28,5 yang berarti pasien dengan
gambaran diri yang negatif memiliki kemungkinan 28,5 kali untuk mengalami
depersonalisasi dibandingkan dengan pasien yang memiliki gambaran diri positif,
atau probabilitasnya adalah 96% untuk pasien dengan gambaran diri negatif di
Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan di bulan
Januari 2013.
b. Hubungan
ideal diri dengan konsep diri pada pasien harga diri rendah di Ruang Kenanga
Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Tabel
5.8
Hubungan
ideal diri dengan konsep diri pada pasien harga diri rendah di Ruang Kenanga
Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan di bulan Januari 2013
(n=30)
Ideal diri
|
Konsep
Diri
|
Total
|
P
|
||||
HDR
& kerancuan identitas
|
Depersonalisasi
|
||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
||
Positif
|
7
|
23,4
|
1
|
3,3
|
8
|
26,7
|
0,007
|
Negatif
|
3
|
10,0
|
19
|
63,3
|
22
|
73,3
|
Sumber: Data Primer, 2013
Tabel
5.8, menunjukkan bahwa pada ideal diri yang negatif lebih banyak terjadi
depersonalisasi sejumlah 19 orang (63,3%) dan rentang dari harga diri rendah
sampai dengan kerancuan identitas sejumlah 3 orang (10,0%).
Hasil
uji statistic chi square dengan
koreksi fisher’s exact test diperoleh
nilai p = 0,007, yang berarti nilai p < 0,05 artinya menunjukkan ada
hubungan perubahan ideal diri dengan harga diri rendah pada pasien harga diri
rendah dan OR= 44,3 yang berarti pasien dengan ideal diri yang negatif memiliki
kemungkinan 44,3 kali untuk mengalami depersonalisasi dibandingkan dengan
pasien yang memiliki ideal diri positif, atau probabilitasnya adalah 97% untuk
pasien dengan ideal diri negatif di Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan di bulan Januari 2013.
c. Hubungan
harga diri dengan konsep diri pada pasien harga diri rendah di Ruang Kenanga
Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Tabel
5.9
Hubungan
harga diri dengan konsep diri pada
pasien harga diri rendah di Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan di bulan Januari 2013 (n=30)
Harga diri
|
Konsep
Diri
|
Total
|
P
|
||||
HDR
& kerancuan identitas
|
depersonalisasi
|
||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
||
Positif
|
9
|
30,0
|
1
|
3,3
|
10
|
33,3
|
0,006
|
Negatif
|
1
|
3,3
|
19
|
63,4
|
20
|
66,7
|
Sumber: Data Primer, 2013
Tabel
5.9, menunjukkan bahwa pada harga diri yang negatif lebih banyak terjadi
depersonalisasi sejumlah 19 orang (63,4%) dan
rentang dari harga diri rendah sampai dengan kerancuan identitas
sejumlah 1 orang (3,3%).
Hasil
uji statistic chi square dengan
koreksi fisher’s exact test diperoleh
nilai p = 0,006, yang berarti nilai p < 0,05 artinya menunjukkan ada
hubungan perubahan harga diri dengan harga diri rendah pada pasien harga diri
rendah OR= 171 yang berarti pasien dengan harga diri yang negatif memiliki
kemungkinan 171 kali untuk mengalami depersonalisasi dibandingkan dengan pasien
yang memiliki harga diri positif, atau probabilitasnya adalah 99% untuk pasien
dengan harga diri negatif di Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan di bulan Januari 2013
d. Hubungan
peran dengan konsep diri pada pasien harga diri rendah di Ruang Kenanga Rumah
Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Tabel
5.10
Hubungan
peran dengan konsep diri pada pasien
harga diri rendah di Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan di bulan Januari 2013 (n=30)
Peran
|
Konsep
Diri
|
Total
|
P
|
||||
HDR
& kerancuan identitas
|
depersonalisasi
|
||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
||
Positif
|
7
|
23,3
|
0
|
0
|
7
|
23,3
|
0,008
|
Negatif
|
3
|
10,0
|
20
|
66,7
|
23
|
76,7
|
Sumber: Data Primer, 2013
Tabel
5.10, menunjukkan bahwa pada peran yang negatif lebih banyak terjadi
depersonalisasi sejumlah 20 orang (66,7%) dan
rentang dari harga diri rendah sampai dengan kerancuan identitas
sejumlah 3 orang (10,0%).
Hasil
uji statistic chi square dengan
koreksi fisher’s exact test diperoleh
nilai p = 0,008, yang berarti nilai p < 0,05 artinya menunjukkan ada
hubungan perubahan peran dengan harga diri rendah pada pasien harga diri rendah
di Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan di bulan
Januari 2013.
e. Hubungan
identitas diri dengan konsep diri pada pasien harga diri rendah di Ruang
Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Tabel
5.11
Hubungan
identitas diri dengan konsep diri pada
pasien harga diri rendah di Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan di bulan Januari 2013 (n=30)
Identitas diri
|
Konsep
Diri
|
Total
|
P
|
||||
HDR
& kerancuan identitas
|
Depersonalisasi
|
||||||
N
|
%
|
N
|
%
|
N
|
%
|
||
Positif
|
8
|
26,7
|
1
|
3,3
|
9
|
30,0
|
0,007
|
Negatif
|
2
|
6,7
|
19
|
63,3
|
21
|
70,0
|
Sumber: Data Primer, 2013
Tabel
5.11, menunjukkan bahwa pada identitas diri yang negatif lebih banyak terjadi
depersonalisasi sejumlah 19 orang (63,3%) dans rentang dari harga diri rendah
sampai dengan kerancuan identitas sejumlah 2 orang (6,7%).
Hasil
uji statistic chi square dengan
koreksi fisher’s exact test diperoleh
nilai p = 0,007, yang berarti nilai p < 0,05 artinya menunjukkan ada
hubungan perubahan identitas diri dengan harga diri rendah pada pasien harga
diri rendah OR= 76 yang berarti pasien dengan identitas diri yang negatif
memiliki kemungkinan 76 kali untuk mengalami depersonalisasi dibandingkan
dengan pasien yang memiliki identitas diri positif, atau probabilitasnya adalah
98% untuk pasien dengan identitas diri negatif di Ruang Kenanga Rumah Sakit
Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan di bulan Januari 2013.
B.
Pembahasan
1. Hubungan
gambaran diri dengan konsep diri pada pasien harga diri rendah.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada gambaran diri yang negatif lebih banyak
terjadi depersonalisasi sejumlah 19 orang (63,3%) dan rentang dari harga diri
rendah sampai dengan kerancuan identitas sejumlah 4 orang (13,4%). Hasil uji
statistik chi square dengan koreksi fisher’s exact test diperoleh nilai p = 0,008, yang berarti nilai p < 0,05. Hal ini menunjukkan ada
hubungan perubahan gambaran diri dengan konsep diri pada pasien harga diri
rendah.
Harga
diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau
tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan
dan keberartian dirinya. Individu yang memiliki harga diri yang tinggi akan
menerima dan menghargai dirinya sendiri
apa adanya. Dalam harga diri tercakup evaluasi dan penghargaan terhadap diri
sendiri dan menghasilkan penilaian
tinggi atau rendah terhadap dirinya sendiri. Penilaian tinggi terhadap diri
sendiri adalah penilaian terhadap kondisi diri, menghargai kelebihan dan
potensi diri, serta menerima kekurangan yang ada, sedangkan yang dimaksud
dengan penilaian rendah terhadap diri sendiri adalah penilaian tidak suka atau
tidak puas dengan kondisi diri sendiri, tidak menghargai kelebihan diri dengan
melihat diri sebagai sesuatu yang selalu kurang (Riyadi & Purwanto, 2009;
Fajariyah, 2012).
Gambaran diri adalah kumpulan sikap individu
terhadap tubuhnya yang disadarinya atau tidak disadari. termasuk persepsi dan
perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan
dan potensi (Stuart dan Sundeen, 2008 dalam Riyadi & Purwanto, 2009).
Hasil penelitian menunjukkan sebagian
besar responden adalah pada rentang umur 20-35 tahun yaitu 19 orang. Pada usia
ini, penampilan menjadi salah satu hal utama yang mempengaruhi pandangan
terhadap diri sendiri, sehingga bila ada gangguan pada penampilan diri,
misalnya kecacatan atau adanya anggapan tentang keterbatasan pada fisik yang
membuat tidak menarik, akan menyebabkan terciptanya gambaran diri negatif. Hal
ini bila terjadi dalam rentang waktu yang lama akan merusak kepercayaan diri
seseorang yang menyebabkan seseorang memiliki harga diri yang rendah.
2. Hubungan
ideal diri dengan konsep diri pada pasien harga diri rendah.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada ideal diri yang negatif lebih banyak terjadi
depersonalisasi sejumlah 19 orang (63,3%) dan rentang dari harga diri rendah
sampai dengan kekacauan identitas sejumlah 3 orang (10,0%). Hasil uji statistic
chi square dengan koreksi fisher’s exact test diperoleh nilai p = 0,007, yang berarti nilai p < 0,05. Hal ini menunjukkan ada
hubungan perubahan ideal diri dengan konsep diri pada pasien harga diri rendah. Ideal diri
adalah persepsi individu tentang
bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan
standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu. Standart
dapat berhubungan dengan tipe orang yang
akan diinginkan atau sejumlah
aspirasi, cita-cita, nilai- nilai yang
ingin di capai
Ideal
diri akan mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan
mewujudkan cita–cita dan harapan pribadi
berdasarkan norma sosial (keluarga budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan.
Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak–kanak yang di pengaruhi orang yang
penting pada dirinya yang memberikan keuntungan dan harapan pada masa remaja ideal
diri akan di bentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman
(Fajariyah, 2012).
Ideal
diri berhubungan dengan standar yang diberikan pada diri sendiri. Penetapan
ideal diri sebaiknya dalam batas kemampuan yang dicapai. Gangguan ideal diri
terjadi karena ideal diri terlalu tinggi, sukar dicapai dan tidak realistis.
Gangguan konsep diri yang terjadi, sebagian besar adalah depersonalisasi, yang
dialami oleh 19 orang. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis
terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemassan, kepanikan, serta
tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain (Fajariyah, 2012).
Hal
ini dapat dialami oleh sebagian besar responden yang mengalami harga diri
rendah di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, dimana 100%
responden tidak bekerja dan hanya sebagai ibu rumah tangga biasa dan sebagian
memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar (SD), yang tidak bisa mewujudkan
keinginan dan cita-cita yang kadang tidak sesuai dengan kemampuan baik secara ekonomi
maupun pengetahuan, sehingga ketika standar yang dibuat tidak dapat dicapai,
menyebabkan terganggunya konsep
diri-harga diri rendah.
3. Hubungan
perubahan harga diri dengan konsep diri pada pasien harga diri rendah
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada harga diri yang negatif lebih banyak terjadi
depersonalisasi sejumlah 19 orang (63,4%) dan rentang dari harga diri rendah
sampai dengan kerancuan identitas sejumlah 1 orang (3,3%). Hasil uji statistic chi square dengan koreksi fisher’s exact test diperoleh nilai p = 0,006, yang berarti nilai p < 0,05. Hal ini menunjukkan ada
hubungan perubahan harga diri dengan konsep diri pada pasien harga diri rendah.
Harga diri adalah penilaian pribadi
terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi
ideal diri (Stuart and Sundeen,2008).
Frekuensi
pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang
tinggi. Jika individu sering gagal , maka cenderung harga diri rendah. Harga
diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai
dan menerima penghargaan dari orang lain (Keliat, 1992). Biasanya harga diri
sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari hasil riset
ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. Harga
diri tinggi terkait dengam ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan
diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan
interpersonal yang buruk dan resiko terjadi depresi dan skizofrenia. Gangguan
harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri
termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi
secara situasional (trauma) atau kronis (negatif self evaluasi yang telah
berlangsung lama). Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung
(nyata atau tidak nyata).
Hasil
penelitian ini sejalan dengan teori dan penelitian yang dikemukakan oleh
Riyadi, 2009, dimana harga diri rendah terjadi bila kurangnya apresiasi dan
perhatian dari lingkungan sekitarnya, serta hubungan interpersonal yang buruk
yang menyebabkan harga diri menjadi
negatif.
4. Hubungan
perubahan peran dengan harga diri rendah pada pasien harga diri rendah.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada peran yang negatif lebih banyak terjadi
depersonalisasi sejumlah 20 orang (66,7%)
dengan rentang dari harga diri rendah sampai dengan kerancuan identitas
sejumlah 3 orang (10,0%). Hasil uji statistic chi square dengan koreksi fisher’s
exact test diperoleh nilai p =
0,008, yang berarti nilai p <
0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan perubahan peran dengan konsep diri pada
pasien harga diri rendah di Ruang Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan di bulan januari 2013.
Peran adalah sikap dan perilaku
nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di
masyarakat (Keliat, 2005 ). Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang
tidak punya pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih
atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi
diri. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan
dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stresor
terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan
serta posisi yang tidak mungkin dilaksanakan (Keliat, 2005). Stress peran
terdiri dari konflik peran yang tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau
peran yang terlalu banyak.
Hasil
penelitian ini sejalan dengan teori yang ada bahwa adanya gangguan pada
pemenuhan peran individu dapat menyebabkan terganggunya konsep diri yang
menyebabkan seseorang mengalami harga diri rendah, hal ini disebabkan munculnya
stress pada seseorang yang tidak mampu berfungsi secara optimal, sehingga pada
akhirnya muncul perasaan tidak mampu untuk melakukan sesuatu dan tidak percaya
diri.
5. Hubungan
perubahan identitas diri dengan konsep diri pada pasien harga diri rendah.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada identitas diri yang negatif lebih banyak
terjadi depersonalisasi sejumlah 19 orang (63,3%) dan rentang dari harga diri
rendah sampai dengan kekacauan identitas sejumlah 2 orang (6,7%). Hasil uji
statistic chi square dengan koreksi fisher’s exact test diperoleh nilai p = 0,007, yang berarti nilai p < 0,05. Hal ini menunjukkan ada
hubungan perubahan identitas diri dengan konsep diri pada pasien harga diri
rendah.
Identitas adalah kesadaran akan
diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa
dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart
and Sudeen, 2008). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat
akan yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari
perasaan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan penyesuaian diri.
Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya. Identitas diri
terus berkembang
sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan perkembangan
konsep diri. Hal yang
penting dalam identitas adalah jenis kelamin (Fajariyah, 2012).
Hasil
penelitian ini sejalan dengan teori yang ada, bahwa ketidakmampuan seseorang
untuk mengenal dirinya sendiri akan menyebabkan terjadinya kerancuan terhadap
identitasnya sampai dengan depersonalisasi yang salah satu di dalamnya adalah
ketidakmampuan seseorang untuk membedakan dirinya dengan orang lain. Hal ini
termasuk dalam rentang respon yang maladaptif pada harga diri rendah.
BAB
VI
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil
pengolahan data penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa :
1. Ada
hubungan perubahan gambaran diri dengan konsep diri pada pasien HDR di Ruang Kenanga
Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Ada
hubungan perubahan ideal diri dengan konsep diri pada pasien HDR di Ruang
Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
3. Ada
hubungan perubahan harga diri dengan konsep diri pada pasien HDR di Ruang
Kenanga Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
4. Ada
hubungan perubahan peran dengan konsep diri pada pasien HDR di Ruang Kenanga Rumah
Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Kenanga Ruma
5. Ada
hubungan perubahan identitas diri dengan konsep diri pada pasien HDR di Ruang Kenanga
Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat
diberikan beberapa saran kepada pihak yang terkait :
1. Bagi
pelayanan kesehatan
Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan sebagai sarana kesehatan yang mengelola Pasien HDR agar dapat memberikan
pelayanan asuhan keperawatan yang juga memperhatikan aspek psikologis dari
penderita khususnya masalah konsep diri. Dengan demikian asuhan keperawatan
yang diberikan akan bersifat holistik dengan memperhatikan bio, psiko, sosial
dan spiritual dari penderita.
2. Bagi
peneliti
Perlu melakukan penelitian dengan
menggunakan metode yang lain dan memiliki sampel yang lebih banyak dan area
penelitian yang lebih luas.
0 Response to "skripsi Faktor-faktor yang berhubungan dengan perubahan konsep diri pada pasien Harga diri rendah di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan”"
Post a Comment