stomatitis.
1. Definisi
Sariawan
merupakan bahasa awam untuk berbagai macam lesi/benjolan yang timbul di rongga
mulut. Namun biasanya jenis sariawan yang sering timbul sehari-hari pada rongga
mulut kita disebut (dalam istilah kedokteran gigi) adalah Stomatitis Aftosa
Rekuren. Sariawan atau stomatitis adalah radang yang terjadi pada mukosa mulut,
biasanya berupa bercak putih kekuningan. Bercak itu dapat berupa bercak tunggal
maupun berkelompok. Sariawan dapat menyerang selaput lendir pipi bagian dalam,
bibir bagian dalam, lidah, gusi, serta langit-langit dalam rongga mulut.
Meskipun tidak tergolong berbahaya, namun sariawan sangat mengganggu. Ada pula
yang mengatakan bahwa sariawan merupakan reaksi imunologik abnormal pada rongga
mulut.
2. Etiologi
Sampai saat ini penyebab utama dari Sariawan belum diketahui. Namun para ahli telah menduga banyak hal yang menjadi penyebab timbulnya sariawan ini, diantaranyaadalah :
Sampai saat ini penyebab utama dari Sariawan belum diketahui. Namun para ahli telah menduga banyak hal yang menjadi penyebab timbulnya sariawan ini, diantaranyaadalah :
Penyebab yang berasal dari keadaan
dalam mulut seperti :
v
Kebersihan
mulut yang kurang
v
Letak
susunan gigi/ kawat gigi
v
Makanan
/minuman yang panas dan pedas
v
Rokok
v Pasta gigi yang tidak cocok
v Lipstik
v Infeksi jamur
v Overhang tambalan atau karies, protesa (gigi
tiruan)
v Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.
Bagian dari penyakit sistemik antara lain :
v Reaksi alergi : seriawan
timbul setelah makan jenis makanan tertentu Jenis makanan ini berbeda untuk
tiap-tiap penderita
v Hormonal imbalance
v Stres mental
v Kekurangan vitamin B12 dan
mineral
v Gangguan pencernaan
v Radiasi.
Infeksi virus dan bakteri
juga diduga sebagai pencetus timbulnya Sariawan ini. Ada pula yang mengatakan
bahwa sariawan merupakan reaksi imunologik abnormal pada rongga mulut. Dan
imunologik sangat erat hubungannya dengan psikologis (stress). Faktor
psikologis (stress) telah diselidiki berhubungan dengan timbulnya stomatitis
(sariawan) di sebagian besar masyarakat.
Klasifikasi Stomatitis
a.
Stomatitis
Primer, meliputi :
·
Recurrent
Aphtouch Stomatitis (RAS)
Merupakan ulcer yang
terjadi berulang. Bentuknya 2 – 5 mm, awal lesi kecil, dan berwarna kemerahan.
Akan sembuh ± 2 minggu tanpa luka parut.
·
Herpes
Simplek Stomatitis
Stomatitis yang disebabkan oleh virus. Bentuknya menyerupai vesikel.
Stomatitis yang disebabkan oleh virus. Bentuknya menyerupai vesikel.
·
Vincent’sStomatitis
Stomatitis yang terjadi pada jaringan normal ketika daya tahan tubuh menurun. Etiologinya, bakteri normal yang ada pada mulut, yaitu B. Flora. Bentuk stomatitis ini erythem, ulcer dan nekrosis pada gingival .
Stomatitis yang terjadi pada jaringan normal ketika daya tahan tubuh menurun. Etiologinya, bakteri normal yang ada pada mulut, yaitu B. Flora. Bentuk stomatitis ini erythem, ulcer dan nekrosis pada gingival .
·
Traumatik
Ulcer
Stomatitis yang ditemukan karena trauma. Bentuknya lesi lebih jelas, dan nyeri tidak hebat.
Stomatitis yang ditemukan karena trauma. Bentuknya lesi lebih jelas, dan nyeri tidak hebat.
b.
Stomatitis
Sekunder
merupakan stomatitis yang secara umum
terjadi akibat infeksi oleh virus atau bakteri ketika host (inang) resisten
baik local maupun
sistemik.
3. Patofisiologi
Identifikasi pada pasien dengan resiko tinggi, memungkinkan dokter gigi untuk memulai evaluasi pra-perawatan dan melakukan tindakan profilaktis yang terukur untuk meminimalkan insidens dan morbiditas yang berkaitan dengan toksisitas rongga mulut. Faktor resiko paling utama pada perkembangan komplikasi oral selama dan terhadap perawatan adalah pra-kehadiran penyakit mulut dan gigi, perhatian yang kurang terhadap rongga mulut selama terapi dan faktor lainnya berpengaruh pada ketahanan dari rongga mulut. Faktor resiko lainnya adalah : tipe dari kanker (melibatkan lokasi dan histology), penggunaan antineoplastik, dosis dan administrasi penjadwalan perawatan, kemudian area radiasi, dosisnya, jadwal dilakukan radiasi (kekerapan dan durasi dari antisipasi myelosuppresi) serta umur pasien.
Identifikasi pada pasien dengan resiko tinggi, memungkinkan dokter gigi untuk memulai evaluasi pra-perawatan dan melakukan tindakan profilaktis yang terukur untuk meminimalkan insidens dan morbiditas yang berkaitan dengan toksisitas rongga mulut. Faktor resiko paling utama pada perkembangan komplikasi oral selama dan terhadap perawatan adalah pra-kehadiran penyakit mulut dan gigi, perhatian yang kurang terhadap rongga mulut selama terapi dan faktor lainnya berpengaruh pada ketahanan dari rongga mulut. Faktor resiko lainnya adalah : tipe dari kanker (melibatkan lokasi dan histology), penggunaan antineoplastik, dosis dan administrasi penjadwalan perawatan, kemudian area radiasi, dosisnya, jadwal dilakukan radiasi (kekerapan dan durasi dari antisipasi myelosuppresi) serta umur pasien.
Keadaan sebelum hadirnya
penyakit seperti adanya kalkulus, gigi yang rusak, kesalahan restorasi,
penyakit periodontal, gingivitis dan penggunaan alat prostodontik,
berkontribusi terhadap berkembangnya infeksi lokal dan sistemik. Kolonisasi
bakteri dan jamur dari kalkulus, plak, pulpa, poket periodontal, kerusakan
operculum, gigi palsu, dan penggunaan alat-alat kedokteran gigi merupakan
sebuah lahan yang subur buat organisme opportunistik dan pathogenistik yang
mungkin berkembang pada infeksi lokal dan sistemik. Tambalan yang berlebih atau
peralatan lain yang melekat pada gigi, membuat lapisan mulut lebih buruk,
menebal dan mengalami atropi, kemudian menghasilkan ulserasi local
(stomatitis).
4. ManifestasiKlinis
a. Masa prodromal atau penyakit 1–24 jam :
Hipersensitive dan perasaan seperti terbakar Stadium
b. Pre Ulcerasi
Adanya udema / pembengkangkan
setempat dengan terbentuknya makula pavula serta terjadi peninggian 1- 3 hari
c. StadiumUlcerasi
Pada stadium ini timbul
rasa sakit terjadi nekrosis ditengah-tengahnya, batas sisinya merah dan udema
tonsilasi ini bertahan lama 1 – 16 hari. Masa penyembuhan ini untuk tiap-tiap
individu berbeda yaitu 1 – 5 minggu.
Gambaran Klinis dari Stomatitis
a.
.Lesi bersifat ulcerasi
b.
Bentuk
oval / bulat
c.
Sifat
tersebar
d.
Batasnya
jelas
e.
Biasa
singulas (sendiri-sendiri) dan multiple (kelompok)
f.
Tepi
merah
g.
Lesi
dangkal
h.
Lesi
sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut
5. Pemeriksaan Diagnostik
Dilakukan pengolesan lesi
dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab atau kumur sedangkan diagnosis
pasti dengan menggunakan biopsi.Pemeriksaan
laboratorium :
v
WBC
menurun pada stomatitis sekunder
v
Pemeriksaan
kultur virus ; cairan vesikel dari herpes simplek stomatitis
v
Pemeriksaan
cultur bakteri ; eksudat untuk membentuk vincent’s stomatitis
6. Penatalaksanaan Medis
·
Hindari
makanan yang semakin memperburuk kondisi seperti cabai
·
Sembuhkan
penyakit atau keadaan yang mendasarinya.
·
Pelihara
kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama
·
makanan
yang mengandung vitamin 12 dan zat besi.
·
Hindari
stress
·
Pemberian
Atibiotik
Harus disertai
dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan emolien topikal, seperti
orabase, pada kasus yang ringan dengan 2 – 3 ulcersi minor. Pada kasus yang
lebih berat dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon atau
fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah makan dan menjelang
tidur. Pemberian tetraciclin dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan
jumlah ulcerasi. Bila tidak ada responsif terhadap kortikosteroid atau
tetrasiklin, dapat diberikan dakson dan bila gagal juga maka di berikan
talidomid.
·
Terapi
Pengobatan stomatitis
karena herpes adalah konservatif. Pada beberapa kasus diperlukan antivirus.
Untuk gejala lokal dengan kumur air hangat dicampur garam (jangan menggunakan antiseptik
karena menyebabkan iritasi) dan penghilang rasa sakit topikal. pengobatan stomatitis aphtosa terutama
penghilang
rasa sakit topikal.pengobatan jangka panjang yang efektif adalah menghindari factor pencetus. Digunakan satu dari dua
terapi yang dianjurkan yaitu:
1. Injeksi vitamin B12 IM
(1000 mcg per minggu untuk bulan pertama dan kemudian 1000 mcg per bulan) untuk
pasien dengan level serum vitamin B12 dibawah 100 pg/ml, pasien dengan
neuropathy peripheral atau anemia makrocytik, dan pasien berasal dari golongan
sosioekonomi bawah.
2. Tablet vitamin B12
sublingual (1000 mcg) per hari.
Tidak ada perawatan lain yang diberikan untuk penderita RAS selama perawatan dan pada waktu follow-up. Periode follow-up mulai dari 3 bulan sampai 4 tahun.
Tidak ada perawatan lain yang diberikan untuk penderita RAS selama perawatan dan pada waktu follow-up. Periode follow-up mulai dari 3 bulan sampai 4 tahun.
7. Komplikasi
Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia
Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia
v
Pola
nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak teratur
v
Pola
aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
v
Pola
Hygiene : kurang menjaga kebersihan mulut
v
Terganggunya
rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih
Stomatitis memunculkan berbagai macam
komplikasi bagi tubuh kita diantaranya:
1. Komplikasi akibat kemoterapi
Karena sel lapisan epitel
gastrointestinal mempunyai waktu pergantian yang mirip dengan leukosit, periode
kerusakan terparah pada mukosa oral frekuensinya berhubungan dengan titik
terendah dari sel darah putih. Mekanisme dari toksisitas oral bertepatan dengan
pulihnya granulosit. Bibir, lidah, dasar mulut, mukosa bukal, dan palatum lunak
lebih sering dan rentan terkena komplikasi dibanding palatum keras dan gingiva;
hal ini tergantung pada cepat atau tidaknya pergantian sel epithelial. Mukosa
mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapeutik yang menghasilkan
toksisitas mukosa diberikan dalam dosis tinggi atau berkombinasi dengan ionisasi penyinaran radiasi.
2.
Komplikasi Akibat Radiasi
Penyinaran lokal pada
kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan histologis dan fisiologis
pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik, tapi juga menghasilkan
gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung, termasuk glandula
saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang yang berhubungan dengan
gigi menyebabkan hypoxia, berkurangnya supplai darah ke tulang, hancurnya
tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan nekrosis. Radiasi pada
daerah kepala dan leher serta agen antineoplastik merusak divisi sel,
mengganggu mekanisme normal pergantian mukosa oral. Kerusakan akibat radiasi
berbeda dari kerusakan akibat kemoterapi, pada volume jaringan yang terus
teradiasi terus-menerus akan berbahaya bagi pasien sepanjang hidupnya. Jaringan
ini sangat mudah rusak oleh obat-obatan toksik atau penyinaran radiasi
lanjutan, Mekanisme perbaikan fisiologis normal dapat mengurangi efek ini
sebagai hasil dari depopulasi permanen seluler.
3.
Komplikasi Akibat Pembedahan
Pada pasien dengan osteoradio nekrosis yang melibatkan
mandibula dan tulang wajah, maka debridemen sisa pembedahan dapat merusak.
Usaha rekonstruksi akan menjadi sia-sia, kecuali jaringan oksigenasi berkembang
pada pembedahan. Terapi hiperbarik oksigen telah berhasil menunjukkan
rangsangan terhadap formasi kapiler baru terhadap jaringan yang rusak dan telah
digunakan sebagai tambahan pada debridemen pembedahan.
4.
Komplikasi Oral
1.
Mucositis / Stomatitis Defenisi mucositis dan
stomatitis sering tertukar dalam penggunaannya tetapi terdapat perbedaan yang
besar diantara keduanya. Mucositis dijelaskan sebagai suatu inflammatory toksik
yang mempengaruhi traktus gastrointestinal dari mulut sampai anus, yang dapat
dihasilkan akibat dari pennyorotan radiasi sampai agen kemoterapeutik atau
radiasi ionisasi. Tipikal mucositis termanifestasi sebagai suatu eritematous,
lesi seperti terbakar atau acak, focal to diffuse, dan lesi ulseratif.
Mucositis dapat tereksaserbasi dengan factor lokal. Stomatitis merujuk pada
suatu reaksi inflamasi yang terjadi pada mukosa oral, dengan atau tanpa
ulserasi dan dapat berkembang oleh faktor lokal seperti yang teridentifikasi
pada etiologi/patofisiologi pada pembahasan ini. Stomatitis dapat menjadi
berkadar ringan atau parah. Pasien dengan stomatitis yang parah tidak akan
mampu memasukkan apapun kedalam mulutnya. Mucositis eritematous dapat terjadi 3
hari setelah pemaparan kemoterapi, tapi secara umum berkisar 3-7 hari.
Perkembangan menuju mucositis ulseratif umumnya berlangsung 7 hari setelah
kemoterapi. Dokter gigi harus waspada terhadap potensi berkembangnya toksisitas
akibat peningkatan dosis atau lamanya perawatan pada percobaan klinik yang
menunjukkan toksisitas gastrointestinal. Dosis tinggi kemoterapi seperti yang
dilakukan pada perawatan leukemia dan pengaturan jadwal obat dengan infus
berlanjut, berulang dan tidak terputus (seperti bleomycin, cytarabine,
methotrexate dan fluororacil) sepertinya merupakan penyebab mucositis dibanding
obat infus satu bolus dengan dosis yang setara. Mucositis tidak akan bertambah
parah jika tidak terkomplikasi oleh infeksi dan secara normal dapat sembuh
total dalam waktu 2-4 minggu. Beberapa garis panduan untuk perawatan mulut
termasuk penilaian sebanyak dua kali sehari untuk pasien dirumah sakit dan
perawatan mulut yang sering (minimal 4 jam dan sewaktu akan tidur) malahan
meningkatkan keparahan dari mucositis.
2.
Infeksi
Mucositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan sistim imun yang menurun. Tidak hanya mulut itu sendiri yang dapat terinfeksi, tetapi hilangnya epitel oral sebagai suatu protektif barrier terjadi pada infeksi lokal dan menghasilkan jalan masuk buat mikroorganisme pada sirkulasi sistemik. Ketika ketahanan mukosa terganggu, infeksi lokal dan sistemik dapat dihasilkan oleh indigenous flora seperti mikroorganisme nosokomial dan oportunistik. Ketika jumlah netrofil menurun sampai 1000/kubik/mm, insiden dan keparahan infeksi semakin meningkat. Pasien dengan neutropenia berkepanjangan berada pada resiko tinggi buat perkembangan komplikasi infeksi yang serius.
Penggunaan antibiotik berkepenjangan pada penyakit neutropenia mengganggu flora mulut, menciptakan suatu lingkungan favorit buat jamur untuk berkembang yang dapat bereksaserbasi oleh terapi steroid secara bersamaan. Dreizen dan kawan-kawan melaporkan bahwa sekitar 70 % infeksi oral pada pasien dengan tumor solid disebabkan oleh Candida Albicans dan jamur lainnya, 20 % disusun oleh Herpex Simplex Virus (HSV) dan sisanya disusun oleh bakteri bacillus gram negatif. Pada pasien dengan keganasan hematologik, 50 % infeksi oral akibat bakteri Candida Albicans, 25 % akibat HSV, dan 15 % oleh bakteri bacillus gram negatif. HSV merupakan gejala paling umum pada infeksi oral viral.
Mucositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan sistim imun yang menurun. Tidak hanya mulut itu sendiri yang dapat terinfeksi, tetapi hilangnya epitel oral sebagai suatu protektif barrier terjadi pada infeksi lokal dan menghasilkan jalan masuk buat mikroorganisme pada sirkulasi sistemik. Ketika ketahanan mukosa terganggu, infeksi lokal dan sistemik dapat dihasilkan oleh indigenous flora seperti mikroorganisme nosokomial dan oportunistik. Ketika jumlah netrofil menurun sampai 1000/kubik/mm, insiden dan keparahan infeksi semakin meningkat. Pasien dengan neutropenia berkepanjangan berada pada resiko tinggi buat perkembangan komplikasi infeksi yang serius.
Penggunaan antibiotik berkepenjangan pada penyakit neutropenia mengganggu flora mulut, menciptakan suatu lingkungan favorit buat jamur untuk berkembang yang dapat bereksaserbasi oleh terapi steroid secara bersamaan. Dreizen dan kawan-kawan melaporkan bahwa sekitar 70 % infeksi oral pada pasien dengan tumor solid disebabkan oleh Candida Albicans dan jamur lainnya, 20 % disusun oleh Herpex Simplex Virus (HSV) dan sisanya disusun oleh bakteri bacillus gram negatif. Pada pasien dengan keganasan hematologik, 50 % infeksi oral akibat bakteri Candida Albicans, 25 % akibat HSV, dan 15 % oleh bakteri bacillus gram negatif. HSV merupakan gejala paling umum pada infeksi oral viral.
3.
Hemorrhage
Hemorrhage dapat terjadi sepanjang perawatan akibat trombositopenia dan atau koagulasipati. Pada lokasi terjadinya penyakit periodontal dapat terjadi perdarahan secara spontan atau dari trauma minimal. Perdarahan oral dapat berbentuk minimal, dengan ptekiae berlokasi pada bibir, palatum lunak, atau lantai mulut atau dapat menjadi lebih parah dengan hemorrhage mulut , terutama pada krevikular gingival. Perdarahan gingiva spontan dapat terjadi ketika jumlah platelet mencapai paling kurang 50.000/kubik/mm.
Hemorrhage dapat terjadi sepanjang perawatan akibat trombositopenia dan atau koagulasipati. Pada lokasi terjadinya penyakit periodontal dapat terjadi perdarahan secara spontan atau dari trauma minimal. Perdarahan oral dapat berbentuk minimal, dengan ptekiae berlokasi pada bibir, palatum lunak, atau lantai mulut atau dapat menjadi lebih parah dengan hemorrhage mulut , terutama pada krevikular gingival. Perdarahan gingiva spontan dapat terjadi ketika jumlah platelet mencapai paling kurang 50.000/kubik/mm.
4.
Xerostomia
Xerostomia dapat dikenali sebagai berkurangnya sekresi dari glandula saliva. Gejala klinik tanda xerostomia termasuk diantaranya : rasa kering, suatu sensasi rasa luka atau terbakar (khususnya melibatkan lidah), bibir retak-retak, celah atau fissura pada sudut mulut, perubahan pada permukaan lidah, kesulitan untuk memakai gigi palsu, dan peningkatan frekuensi dan atau volume dari kebutuhan cairan. Pengaturan perawatan preventif oral, termasuk applikasi topikal flour harus segera dimulai untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Xerostomia dapat dihasilkan melalui reaksi inflammatory dan efek degeneratif radiasi ionisasi pada glandula saliva parenkim, khususnya pada serous acinar. Perubahan ini biasanya sangat pesat dan bersifat irreversible, khususnya ketika glandula saliva termasuk daerah penyorotan radiasi. Aliran saliva mengalami penurunan 1 minggu setelah perawatan dan berkurang secara progresif ketika perawatan terus dilanjutkan, Derajat dari disfungsi tersebut sangat berhubungan dengan dosis radiasi dan volume jaringan glandula pada lapangan radiasi. Glandula parotid dapat menjadi lebih rentan terhadap efek radiasi daripada glandula submandibular, sublingual, dan jaringan glandula saliva minor.
Xerostomia mengganggu kapasitas buffer mulut dan kemampuan pembersihan mekanis, sering berkonstribusi pada dental karies dan penyakit periodontal yang progresif. Perkembangan dental karies berakselerasi dengan sangat cepat pada terjadinya xerostomia akibat hilangnya immunoprotein protektif yang merupakan komponen dari saliva. Saliva dibutuhkan untuk eksekusi normal dari fungsi mulut seperti mengecap, mengunyah, dan berbicara. Keseluruhan kecepatan aliran saliva yang kurang dari 0,1 ml/menit dianggap sebagai indikasi xerostomia (normal = 0,3-0,5 ml/menit).
Xerostomia dapat dikenali sebagai berkurangnya sekresi dari glandula saliva. Gejala klinik tanda xerostomia termasuk diantaranya : rasa kering, suatu sensasi rasa luka atau terbakar (khususnya melibatkan lidah), bibir retak-retak, celah atau fissura pada sudut mulut, perubahan pada permukaan lidah, kesulitan untuk memakai gigi palsu, dan peningkatan frekuensi dan atau volume dari kebutuhan cairan. Pengaturan perawatan preventif oral, termasuk applikasi topikal flour harus segera dimulai untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Xerostomia dapat dihasilkan melalui reaksi inflammatory dan efek degeneratif radiasi ionisasi pada glandula saliva parenkim, khususnya pada serous acinar. Perubahan ini biasanya sangat pesat dan bersifat irreversible, khususnya ketika glandula saliva termasuk daerah penyorotan radiasi. Aliran saliva mengalami penurunan 1 minggu setelah perawatan dan berkurang secara progresif ketika perawatan terus dilanjutkan, Derajat dari disfungsi tersebut sangat berhubungan dengan dosis radiasi dan volume jaringan glandula pada lapangan radiasi. Glandula parotid dapat menjadi lebih rentan terhadap efek radiasi daripada glandula submandibular, sublingual, dan jaringan glandula saliva minor.
Xerostomia mengganggu kapasitas buffer mulut dan kemampuan pembersihan mekanis, sering berkonstribusi pada dental karies dan penyakit periodontal yang progresif. Perkembangan dental karies berakselerasi dengan sangat cepat pada terjadinya xerostomia akibat hilangnya immunoprotein protektif yang merupakan komponen dari saliva. Saliva dibutuhkan untuk eksekusi normal dari fungsi mulut seperti mengecap, mengunyah, dan berbicara. Keseluruhan kecepatan aliran saliva yang kurang dari 0,1 ml/menit dianggap sebagai indikasi xerostomia (normal = 0,3-0,5 ml/menit).
Xerostomia menghasilkan
perubahan didalam rongga mulut antara lain:
1.
Saliva
tidak melakukan lubrikasi dan menjadi menebal dan atrofi,yang akan mengganggu kenyamanan pasien.
2.
Kapasitas
buffer menjadi tereliminasi, pada mulut kering yang bersih pH umumnya 4,5 dan demineralisasi
dapat terjadi.
3.
Flora
oral menjadi patogenik.
4.
Plak
menjadi tebal dan berat, debris tetap bertahan akibat ketidak mampuan
pasien untuk membersihkan mulut.
pasien untuk membersihkan mulut.
5.
Tidak
ada mineral (kalsium, fosfor, fluor) yang tersimpan pada permukaan gigi.
6.
Produksi
asam setelah terpapar oleh gula dihasilkan oleh demineralisasi
selanjutnya pada gigi dan kemudian dapat menimbulkan kerusakan gigi
selanjutnya pada gigi dan kemudian dapat menimbulkan kerusakan gigi
5.
Nekrosis Akibat Radiasi Nekrosis dan
infeksi pada jaringan yang
telah dilakukan penyorotan radiasi sebelumnya (osteoradionekrosis)
merupakan suatu komplikasi yang serius bagi
pasien yang menjalani terapi radiasi pada tumor kepala dan leher. Komplikasi
pasien yang menjalani terapi radiasi pada tumor kepala dan leher. Komplikasi
oral akibat terapi radiasi
memerlukan terapi dental yang agresif sebelum, selama dan setelah terapi radiasi
untuk meminimalisasi tingkat keparahan (xerostomia
permanent, karies ulseratif, osteomyelitis akibat radiasi dan osteoradionekrosis)
permanent, karies ulseratif, osteomyelitis akibat radiasi dan osteoradionekrosis)
Prognosis stomatitis
didasarkan pada masalah yang menyebabkan adanya gangguan ini. Infeki pada
stomatitis biasanya dapat disebabkan karena pengobatan atau bila masalahnya
disebabkan oleh obat-obatan maka yang harus dilakukan adalah dengan mengganti
obat. Stomatitis yang disebabkan oleh iritasi lokal dapat diatasi dengan oral
hygene yang bagus, memeriksakan gigi secara teratur, diet yang bermutu, dan
pengobatan.